Kamis, 19 Juni 2014

NEGARA YANG SELALU MENGHAYAL

Jangan katakan kamu sudah memiliki rumah yang megah jika yang ada masih berbentuk blue print dan tumpukan material bangunan. Selama itu tidak dibangun, maka itu tidak lain hanya tumpukan rongsokan.

Jangan pula katakana negeri ini, Indonesia, jika bertumpah ruah bahan mentah tambang dan hasil perkebunan, jika negeri ini tidak mengolahnya menjadi barang yang dapat dimanfaatkan.Selama itu masih berbentuk bahan mentah, jangan pernah menganggap itu sebagai kekayaan negeri ini.
Tapi itulah mental bangsa ini, mental masyarakatnya, tentunya aku masuk di dalamnya. Negeri ini terlalu bangga dan nyaman dengan segala keterbatasannya. Cukuplah cerita tentang negeri Sriwijaya dan bumi Majapahit sebagai legenda dengan segala kemegahannya. Tak perlu angan-angan semu itu kau seret dalam kehidupan mu yang nyata saat ini.
Tapi pada dasarnya negeri ini begitu sombong, angkuh dan picik, serta satu lagi, terlalu percaya dengan namanya ramalan. Ketika para ekonom bersabda, Indonesia akan menjadi raksasa ekonomi dunia pada tahun 2030, negeri ini serentak bersorak. Bayangkan itu masih jauh, berjarak 18 tahun ke depan, sementara mungkin saja besok negeri ini sudah akan mati.
Kemudian, dengan kepercayaan diri yang berlebihan serta dibalut dengan keangkuhan, mereka berkata, Indonesia tidak terkena pengaruh dari krisis global yang sedang menghantam dunia. Bukan sesuatu yang istimewa, karena pertanyaannya adalah, apa yang dihantam, ekonomi kita memang sudah porak-poranda dari awak, jauh sebelum krisis itu dating menerpa. Jadi bukan ekonomi kita yang kuat.
Negeri ini, untuk kesekian kalinya, dengan keprihatinan ku sebutkan, adalah negerinya para pemimpi, perampok dan para bajingan serta mereka yang menistakan dirinya menjadi hamba kekuasaan. Para kanibal yang melahap habis tubuh-tubuh renta yang tak mampu merangkak mengikuti pergeseran jaman. Semuanya berlari mendaki kepuncak tahtah yang tak ada habisnya. Tak peduli jika harus menginjak-injak harga diri sesame manusia.
Negeri ini sesungguhnya indah dan aku begitu mencintainya jauh lebih besar dari apa yang dapat orang lain bayangkan. Namun nasibnya begitu malang, ketika para kaum tua sibuk menyemaikan para pewaris tahtah, kaum muda kehilangan idealismenya. Kaum terpelajar yang seyogiyanya menjadi tunas pencerah, sekarang redup menjadi sumber keributan. Itulah negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar