Jangan katakan kamu sudah memiliki rumah yang megah jika
yang ada masih berbentuk blue print dan tumpukan material bangunan. Selama itu
tidak dibangun, maka itu tidak lain hanya tumpukan rongsokan.
Jangan pula katakana negeri ini, Indonesia, jika
bertumpah ruah bahan mentah tambang dan hasil perkebunan, jika negeri ini tidak
mengolahnya menjadi barang yang dapat dimanfaatkan.Selama
itu masih berbentuk bahan mentah, jangan pernah menganggap itu sebagai kekayaan
negeri ini.
Tapi itulah mental bangsa ini,
mental masyarakatnya, tentunya aku masuk di dalamnya. Negeri ini terlalu bangga
dan nyaman dengan segala keterbatasannya. Cukuplah cerita tentang negeri
Sriwijaya dan bumi Majapahit sebagai legenda dengan segala kemegahannya. Tak
perlu angan-angan semu itu kau seret dalam kehidupan mu yang nyata saat ini.
Tapi pada dasarnya negeri ini
begitu sombong, angkuh dan picik, serta satu lagi, terlalu percaya dengan
namanya ramalan. Ketika para ekonom bersabda, Indonesia akan menjadi raksasa
ekonomi dunia pada tahun 2030, negeri ini serentak bersorak. Bayangkan itu
masih jauh, berjarak 18 tahun ke depan, sementara mungkin saja besok negeri ini
sudah akan mati.
Kemudian, dengan kepercayaan diri
yang berlebihan serta dibalut dengan keangkuhan, mereka berkata, Indonesia
tidak terkena pengaruh dari krisis global yang sedang menghantam dunia. Bukan
sesuatu yang istimewa, karena pertanyaannya adalah, apa yang dihantam, ekonomi
kita memang sudah porak-poranda dari awak, jauh sebelum krisis itu dating
menerpa. Jadi bukan ekonomi kita yang kuat.
Negeri ini, untuk kesekian
kalinya, dengan keprihatinan ku sebutkan, adalah negerinya para pemimpi,
perampok dan para bajingan serta mereka yang menistakan dirinya menjadi hamba
kekuasaan. Para kanibal yang melahap habis tubuh-tubuh renta yang tak mampu
merangkak mengikuti pergeseran jaman. Semuanya berlari mendaki kepuncak tahtah
yang tak ada habisnya. Tak peduli jika harus menginjak-injak harga diri sesame
manusia.
Negeri
ini sesungguhnya indah dan aku begitu mencintainya jauh lebih besar dari apa
yang dapat orang lain bayangkan. Namun nasibnya begitu malang, ketika para kaum
tua sibuk menyemaikan para pewaris tahtah, kaum muda kehilangan idealismenya.
Kaum terpelajar yang seyogiyanya menjadi tunas pencerah, sekarang redup menjadi
sumber keributan. Itulah negeri ini.